oleh Retno Widyastuti
Tanggal 10 November 2011 yang lalu, Pengajar Muda angkatan pertama (periode November 2010 - November 2011) kembali dari lokasi penempatan mereka setelah setahun bertugas. Tentunya, dalam kurun waktu tersebut, mereka mendapatkan pengalaman hidup yang luar biasa kaya.Kini mereka akan kembali berkarier di bidangnya. Dalam acara orientasi paska penugasan, Anies Baswedan selaku penggagas dan ketua Indonesia Mengajar menyampaikan pesan bagi Pengajar Muda yang baru kembali dari desa-desa di pelosok itu.
Selamat membaca!
***
Assalamu’alaikum wr wb
Pengajar Muda yang tercinta dan terhormat,
Hari ini sebuah tugas telah purna. Perjalanan setahun yang penuh kenangan telah berakhir. Kalian akan memulai sebuah babak baru, mencari, dan menemui tantangan baru. Perjalanan kemarin menjadi bagian dari masa lalu kalian. Kebahagiaan, keharuan, kegetiran, problem, tetes air mata, dan keringatmu itu adalah bagian dari masa lalu.
Pengajar Muda, kalian telah memainkan peran bagi saudara sebangsa, sekecil apapun peran itu menurutmu. Kalian risih mendengarnya dan tak pernah mau disebut pahlawan, karena itu memang bukan urusanmu. Itu bukan urusan kita. Label-label itu adalah urusan para sejarawan nanti. Urusan kita adalah soal turun tangan atau lipat tangan. Kalian pilih turun tangan. Kalian pilih kemuliaan, kalian tak banyak cakap, kalian tinggalkan banyak urusan dan kalian terlibat langsung di berbagai penjuru tanah air.
Pengajar Muda yang tercinta, kalian sudah lewati sebuah fase luar biasa dalam hidupmu. Lihat masa depan dengan tegak dan penuh optimisme. Sesekali boleh kalian tengok ke belakang, sesekali kalian buka catatan harian semasa pengabdian di desa itu. Rasakan lagi denyut suasana batin hari-hari kemarin. Resapi desiran rasanya. Sesekali buka foto-foto itu. Lihat lagi wajah murid-muridmu, lihat wajah adik kakakmu, wajah ayah ibu angkatmu. Permanenkan suasana desa tempat kalian mengabdi di kenanganmu.
Kalian hadir di sana selama satu tahun, jadi penyala harapan bagi mereka. Padamu harapan itu ditautkan. Lalu beberapa hari yang lalu kalian pulang, kalian tinggalkan mereka. Ada kekosongan hati yang luar biasa di sana. Anak-anak di sana masih saja menyebut namamu. Anak-anak di sana masih saja ingin bertemu kalian meski hanya dalam mimpinya. Tiap mereka lihat ruang kelasmu, lihat kamar tidurmu, lihat tempatmu berenang, lihat lapangan tempatmu bermain dan berlari-lari mereka seakan masih melihatmu, apapun yang mereka lihat seakan masih ada wajahmu.
Pengajar Muda, kalian bukan sekadar rekaman dalam memori. Kalian hidup dalam memori mereka selamanya. Mereka buat prasasti dalam hatinya. Prasastinya permanen karena dibangun oleh ketulusan dan cinta saudara sebangsa. Lihatlah yang terjadi saat kalian kemarin meninggalkan desa itu: ada yang rakyat sedesanya turun gunung ke jalan raya untuk melepas kalian pulang, atau yang satu kampung berdiri di atas dermaga papan seadanya untuk melepas kalian pulang naik perahu kecil atau warga sekampung kumpulkan lembar seribuan rupiah lusuh kumal sambil bilang buat “ongkos Pak Guru pulang”, atau pidato perpisahan kepala sekolah yang suaranya tersedak tangis dan tak sanggup dia teruskan. Mereka lepaskan butir demi butir air matanya karena hatinya tak sanggup lepaskan kalian pulang. Butiran air di mata mereka adalah cermin kehadiran pengabdianmu di desa itu.
Pengajar Muda, camkan ini: bagi mereka, melepas kalian pulang terasa seperti melepas sebuah harapan. Harapan itu serasa terbang dari genggaman mereka. Pasanglah foto desa dan foto murid-muridmu di dinding kamar tidurmu. Tatap foto itu dan tetapkan sebuah kalimat di hatimu: Saya akan terus hadir, saya tidak pernah pulang, saya akan selalu bersama saudara-saudara sebangsa.
Pengajar Muda, selama setahun kalian mewakili kita semua, mewakili seluruh bangsa ini, hadir di sana memberikan harapan buat saudara sebangsa. Kalian tak minta penghormatan karena kalian tahu penghormatan itu bisa semu dan dipanggungkan. Kalian terhormat bukan karena penghormatan tapi karena kalian pilih sebuah langkah yang penuh kehormatan. Kalian dapat kehormatan untuk hadir di desa itu, kalian masih muda tapi sudah ikut melunasi janji kemerdekaan kita: mencerdaskan saudara sebangsa. Sekecil apapun peran itu menurutmu, kalian telah pilih langkah terhormat.
Tiap kalian bangun pagi dan menyongsong tugas baru maka lihatlah foto itu dan ingatlah bahwa apapun yang kalian kerjakan nanti, yang serba sulit, yang serba berat adalah untuk meneruskan harapan mereka. Ingat lambaian tangan di tepi jalan raya, di tepi dermaga kayu, di depan sekolah-sekolah. Lambaian cinta tulus memancarkan harapan buatmu untuk tetap berjuang demi masa depan semua.
Bayangkan kesuksesan kalian itu dibayar dengan peluk kuat anak-anak yang mencintaimu. Bayangkan suatu saat nanti kalian pulang ke desa itu lagi, mendatangi tempat itu lagi dan dipeluk oleh anak-anak itu lagi. Suatu saat nanti, kalian jadi manusia dewasa yang berperan di republik ini, kalian jaga ikatan batin itu dengan mereka. Biarkan tali ikatan itu kuat agar mereka bisa selalu menarik manfaat ke desanya.
Kemarin kalian menyalakan harapan, kalian menyalakan pelita, supaya gelap itu berubah jadi terang. Kini kalian masuki babak baru, tetapkan hatimu untuk menyalakan pelita dan harapan di seantero Indonesia. Kalian bukan hanya akan menerangi sebuah desa. Kalian akan hadir untuk menyalakan Indonesia kita jadi terang benderang.
Pengajar Muda, di depan kalian kini ada peluang besar untuk meraih masa depan yang lebih baik buat semua. Pasang layar besar, cari angin yang kuat lalu arungi samudra dengan keyakinan dan keberanian. Di sana kalian akan temui gelombang besar, badai yang menggentarkan. Hadapi itu dengan keyakinan bahwa kalian akan besar, akan kuat, dan kelak setiap kehadiranmu akan punya efek yang dahsyat.
Jauhi sungai kecil walau indah dan tenang. Di sana mungkin dekat dengan pujian, banyak ketenangan. Jauhi itu. Pilihlah sungai besar, samudra luas yang arusnya kuat, yang penuh dengan tantangan. Arena yang bisa membuatmu dibentur-benturkan, dihantam tantangan. Arena yang bisa membuatmu makin kuat dan tangguh
Persiapkan diri dengan baik tapi jangan pernah kalian gentar dengan benturan. Jangan pernah takut salah. Jangan takut dunia korporasi, jangan takut dunia pemerintahan, jangan takut dunia global. Kalian masuki semua itu. Di semua sektor, republik ini perlu lebih banyak orang yang bisa menjaga kehormatan. Republik ini perlu lebih banyak orang yang pegang hati nurani secara radikal. Kalian jadi harapan kita semua. Kalian sudah rasakan bagaimana dicintai itu, kalian sudah rasakan bagaimana ketulusan itu. Bawa itu semua di gelanggang barumu.
Raihlah puncak-puncak tinggi itu, puncak-puncak yang jangkauannya sulit, yang tetes keringatnya banyak, yang kadang terasa pedih, yang bebannya berat. Tapi ingatlah wajah anak-anak itu, ingat lambaian tangan saudara sekampungmu itu selama kalian meniti perjalanan kerja dan hidup kalian nanti. Dan sesungguhnya, seberat-beratnya tantanganmu, tantangan yang mereka hadapi di kampung sana sering lebih terjal, jalannya sering tanpa penunjuk arah.
Di tempat-tempat barumu nanti, yang mungkin senyap, mungkin jauh dari hiruk pikuk “perjuangan” tapi yakinlah bahwa kerja itu adalah bagian penting dari ikhtiar kolektif generasi baru anak bangsa ini. Kerjakan hal-hal yang mungkin nampak tak penting dan tak heroik, tapi jalani itu dengan kesungguhan untuk menuju keberhasilan baru.
Ingat wajah saudara barumu di desa itu dan tetapkan dengan penuh percaya diri: akan kucapai puncak-puncak baru. Lalu kerja keraslah dan capailah puncak-puncak tinggi itu. Di sana kalian kumandangkan suara hati nurani. Jangan kalian pilih puncak-puncak rendah yang mudah dijangkau.
Kalian sudah rasakan bagaimana sebuah karya betapapun kecilnya bisa menggulirkan perubahan. Songsong dan rasakan perubahan itu di arena-arena besar. Jelajahi jalan baru yang mendaki, jangan pilih jalan yang datar atau jalan turun. Jalan datar itu nyaman menjalaninya, jalan menurun itu ringan melewatinya. Sesungguhnya melalui jalan mendaki itulah kalian bisa mencapai puncak baru untuk mengumandangkan hati nurani, mengumandangkan pesan anak-anak desa pelosok itu.
Jalan mendaki itu bisa sempit dan bisa membuat kalian tak leluasa bergerak tapi jalani itu dengan kesungguhan dan totalitas: mendakilah terus. Begitu sampai di puncak kalian akan leluasa bergerak. Seruan kalian akan terdengar dan berdampak bukan saat masih di jalan sempit yang membuatmu tak leluasa bergerak. Seruan kalian akan bisa menggetarkan dan berdampak justru saat kalian sudah sampai di puncak-puncak baru. Di puncak itulah seruan kalian akan terdengar ke seluruh penjuru.
Buatlah kita semua bangga karena punya saudara seperti kalian, punya saudara anak-anak muda tangguh yang bisa membawa kantung berisi hati nurani sampai ke puncak. Buat kita bangga karena menyaksikan kantung hati nurani kalian tidak bocor di perjalanan walau terjal dan mendaki.
Pengajar Muda, terbanglah tinggi, jelajahi dunia. Di tiap penerbangan tinggi yang melampaui benua, kalian ingat desa itu. Di tiap pintu gerbang negara yang kalian kunjungi, tuliskan sebuah pesan untuk kampungmu di pelosok itu agar adik-adikmu di sana bisa pancangkan mimpi yang tak kalah tinggi.
Buat saudara-saudaraku yang mengelola program di Jakarta, teman-teman tidak berada di pelosok Indonesia, tapi ruang-ruang kontor itu jadi saksi bisu atas ketulusan yang tak kalah dahsyat. Teman-teman jauh dari perhatian, jauh dari lampu terang benderang tapi hatimu terangnya luar biasa.
Ketulusan teman-teman memancar dan menyilaukan. Teman-teman yang senyatanya menggelindingkan bola salju kecil itu jadi bola salju besar dan menggulir cepat. Pada teman-teman pahala besar dan kuat itu menempel. Teman-teman bekerja siang-malam untuk membesarkan, merawat, dan menggelorakan semangat pengabdian itu jadi seperti sekarang. Juga untuk keluarga-keluarga di rumah, apresiasi kita yang luar biasa untuk mereka di rumah yang merelakan sebagian waktunya diambil untuk mengelola bola salju ini. Juga terima kasih dan apresiasi untuk Indika Energy yang sedari awal sekali sudah memberikan dukungan pada ikhtiar ini. Dukungan dari Indika Energy inilah yang telah memungkinkan sebuah ide menjadi realita. Dan, apresiasi untuk semua pihak yang mendukung sejak mulai gagasan hingga selesainya siklus pertama program ini. Mari bersama-sama kita jaga bola salju ini tetap putih, tetap bergulir, dan tetap membesar.
Saudara-saudaraku Pengajar Muda, selamat menjalani fase baru hidup. Kalian anak-anak muda terpilih, kalian telah membuktikan bahwa kita masih punya cukup stok anak muda pejuang. Kalian membuktikan bahwa keluarga-keluarga Indonesia tetap keluarga pejuang dan kalian telah tanamkan bibit optimisme yang dahsyat. Jaga ikatan persaudaraan ini, jaga tali nurani ini, jaga ketulusan ini, jadikan persaudaraan kita menjadi hub of trust yang bisa mendorong kemajuan di republik tercinta ini. Jadikan persaudaraan ini sebagai fountain of hope yang memancarkan harapan buat kita semua.
Selamat Pengajar Muda, selamat saudaraku, selamat melanjutkan perjalanan....
Salam,
Anies Baswedan
dikutip dari
http://indonesiamengajar.org/kabar-terbaru/pesan-anies-baswedan-kepada-pengajar-muda-pasca-pe