Lahir di Bukit Tnggi 3 Juli 1883. Pendidikan ELS, Stovia di Jakarta, tidak sampai selesai. Istrinya Sunarsih-seorang wartawati Pres Agenschap Hindie Timur (Wow, bisa kita bayangkan wartawati di jaman itu bukan!!!).
Abdul Muis bekerja di harian "Preanger Bode", surat kabar Belanda terbitan Bandung. Tugasnya mengoreksi karangan-karangan yang akan dimasukkan ke percetakan sehingga ia membaca karangan-karangan Balanda yang berisi penghinaan terhadap bangsa Indonesia.
Perasaannya terhina, namun protes terhadap atasannya tak ditanggapi. Ini mendorongnya menulis karangan yang menangkis penghinaan penulis-penulis Belanda. Artikel-artikelnya ia kirim ke harian "De Express" berbahasa Belanda yang dipimpin Douwes Dekker (Danudirdja Setiabudi).
Tahun 1918 Abdul Muis sudah menjadi anggauta Volkstraad bersama Tjokroaminoto. Untuk membicarakan pertahanan dibentuk komite Ketahanan Hindia Belanda untuk memperjuangkan agar Indonesia dilaksanakan milisi. Salah satu utusan yang dikirim adalah Abdul Muis.
Perjuangan milisi gagal namun Abdul Muis berhasil meyakinkan Pemerintah Belanda, bahwa di Indonesia perlu didirikan Sekolah Tinggi Teknik. Kemudian ini terwujud dengan didirikannya Technise Hooge School (kini ITB).
Tahun 1920 ia dipilih menjadi Ketua Pengurus Besar "Perkumpulan Buruh Pegadaian" dan setahun kemudian ia memimpin pemogokan buruh pegadaian di Yogyakarta bersama Suryoranoto.Pemogokan itu dianjurkan sebagai senjata buruh untuk perbaikan nasib. Akibatnya banyak buruh yang dipecat dan Abdul Muis ditangkap.
Tahun 1926 pemerintah bertindak. Ia dilarang tinggal di tanah kelahirannya, disusul larangan ke luar P.Jawa dan larangan mengadakan kegiatan politik. Ia dibebaskan untuk memilih tempat pengasingannya dan ia memilih daerah Garut.
Di dalam masa pengasingan ini ia salurkan untuk menulis Salah Asuhan. Ia juga menulis Pertemuan Jodoh, Daman Brandal, Sabai Nan Aluih. Ia juga menterjemahkan buku bahasa asing Sebatang Kara, Pangeran Kronel, Tom Sawyer, Suku Mohawk Tumpas, Tjut Nyak Dhein dan Menuju Kemerdekaan.
Di masa setelah kemerdekaan ia membentuk Persatuan Perjuangan Priangan. Kegiatannya membuatnya mempunyai dua lawan yakni Belanda dan DI/TII. Kepada Kartosuwiryo pemimpin DI/TII ia berpesan supaya menghentikan aksi-aksi terornya. Abdul Muis mengatakan dengan tegas akan mempertahankan kemerdekaan yang sudah lama diperjuangkan.
Tanggal 17 Juli 1959 Abdul Muis meninggal dunia di Bandung dalam usia 76 tahun. Pemerintah menganugerahi gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
Memperjuangkan nasih buruh sedari dulu tetap sama yakni mesti berhadapan dengan penguasa. Tokoh yang pemberaninya pun sama, mesti siap ditangkap, bahkan bisa-bisa nyawa menjadi taruhannya!!!
Abdul Muis bekerja di harian "Preanger Bode", surat kabar Belanda terbitan Bandung. Tugasnya mengoreksi karangan-karangan yang akan dimasukkan ke percetakan sehingga ia membaca karangan-karangan Balanda yang berisi penghinaan terhadap bangsa Indonesia.
Perasaannya terhina, namun protes terhadap atasannya tak ditanggapi. Ini mendorongnya menulis karangan yang menangkis penghinaan penulis-penulis Belanda. Artikel-artikelnya ia kirim ke harian "De Express" berbahasa Belanda yang dipimpin Douwes Dekker (Danudirdja Setiabudi).
Tahun 1918 Abdul Muis sudah menjadi anggauta Volkstraad bersama Tjokroaminoto. Untuk membicarakan pertahanan dibentuk komite Ketahanan Hindia Belanda untuk memperjuangkan agar Indonesia dilaksanakan milisi. Salah satu utusan yang dikirim adalah Abdul Muis.
Perjuangan milisi gagal namun Abdul Muis berhasil meyakinkan Pemerintah Belanda, bahwa di Indonesia perlu didirikan Sekolah Tinggi Teknik. Kemudian ini terwujud dengan didirikannya Technise Hooge School (kini ITB).
Tahun 1920 ia dipilih menjadi Ketua Pengurus Besar "Perkumpulan Buruh Pegadaian" dan setahun kemudian ia memimpin pemogokan buruh pegadaian di Yogyakarta bersama Suryoranoto.Pemogokan itu dianjurkan sebagai senjata buruh untuk perbaikan nasib. Akibatnya banyak buruh yang dipecat dan Abdul Muis ditangkap.
Tahun 1926 pemerintah bertindak. Ia dilarang tinggal di tanah kelahirannya, disusul larangan ke luar P.Jawa dan larangan mengadakan kegiatan politik. Ia dibebaskan untuk memilih tempat pengasingannya dan ia memilih daerah Garut.
Di dalam masa pengasingan ini ia salurkan untuk menulis Salah Asuhan. Ia juga menulis Pertemuan Jodoh, Daman Brandal, Sabai Nan Aluih. Ia juga menterjemahkan buku bahasa asing Sebatang Kara, Pangeran Kronel, Tom Sawyer, Suku Mohawk Tumpas, Tjut Nyak Dhein dan Menuju Kemerdekaan.
Di masa setelah kemerdekaan ia membentuk Persatuan Perjuangan Priangan. Kegiatannya membuatnya mempunyai dua lawan yakni Belanda dan DI/TII. Kepada Kartosuwiryo pemimpin DI/TII ia berpesan supaya menghentikan aksi-aksi terornya. Abdul Muis mengatakan dengan tegas akan mempertahankan kemerdekaan yang sudah lama diperjuangkan.
Tanggal 17 Juli 1959 Abdul Muis meninggal dunia di Bandung dalam usia 76 tahun. Pemerintah menganugerahi gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
Memperjuangkan nasih buruh sedari dulu tetap sama yakni mesti berhadapan dengan penguasa. Tokoh yang pemberaninya pun sama, mesti siap ditangkap, bahkan bisa-bisa nyawa menjadi taruhannya!!!
0 komentar :
Posting Komentar