Selama ini aku pikir perkuliahan adalah sebuah rangkaian atau sebuah piramida atau sebuah pohon, dimana akar, batang dan dahan-dahan adalah Proses, kesulitan, tugas-tugas, menyimak, mendengarkan penjelasan dosen, membaca diktat, ikut organisasi dan menyelesaikan tugas sedangkan pucuk pohon adalah skripsi. untuk bisa mencapai pucuk setiap orang harus menginjak akar, memeluk batang dan memanjat bersusah payah, menggelantung dari satu dahan ke dahan lainnya untuk bisa mencapai pucuk pohon untuk kemudian berdiri tegak di Pucuk pohon, melihat indahnya pemandangan di bawah atau merasakan angin sepoi atau bahkan merasakan terjangan angin yang menggoyang pohon.
tapi ternyata tidak......perkuliahan ternyata bukanlah pohon yang kumaksud,,,,dia juga bukan piramida itu.....perkuliahan hanya sebuah Piramida iluminati yang tak selesai atau pohon tak berpucuk......karena sesungguhnya pucuk pohon berada terpisah dan tak perlu memanjat bersusah payah untuk menyentuh ujungnya,,,,atau bahkan mungkin cuma pucuk toge yang tidak jelas dimana akarnya menancap,,,kemana dahannya mekar,,,atau bagaimana besar ukuran batangnya tapi yang pasti bisa langsung dimakan pucuknya tanpa harus memikirkan pangkalnya....ia tak lebih dari pucuk pohon beringin bonsai yang bisa disentuh ujungnya dengan jari karena pucuknya kebetulan tepat berada di jendela kamar yang bisa disentuh dengan ujung jari ketika menguapkan nafas bau di pagi hari.
entahlah apa yang terjadi,,,,tapi rasanya percuma aku bersusah payah berjuang, belajar memanjat pohon selama lebih dari 4 tahun, atau meminjam tangga ke sana sini hanya untuk bisa memanjat sampai ke dahan untuk kemudian bisa bergelayutan dari dahan ke dahan dengan resiko dahan bisa patah dan aku terjerembab keras ke tanah,,, percuma kupertaruhkan 4 tahun waktuku kalau ternyata pohon yang kupanjat bukan pohon yang dimaksud.....karena dia hanya sebatang toge atau beringin bonsai yang bisa diperoleh dengan cara apapun.....termasuk membeli di pasar atau tukang sayur keliling.,,,,,,
entahlah apa yang terjadi dengan pemahaman ku :
1. mungkinkah aku telah salah menjalani proses memanjatnya
2. ataukah ada dahan yang tak kupegang sehingga aku tak dapat mencapai pucuk dengan cara yang seharusnya
3. atau mungkin aku telah memilih pohon yang salah
4. atau juga mungkin aku selama ini tak menyadari bahwa dahan, akar dan pohon adalah bagian dari upaya untuk menjangkau pucuk sehingga mengabaikan perannya dan terlalu terlena untuk menjangkau pucuk
entahlah aku sendiri tak tahu pasti jawabannya :
tapi yang dapat kutangkap bahwa aku tidak sedang berdiri di pucuk melihat indahnya alam di bawah pohon atau menentang angin badai karena sebenarnya aku hanya menyentuh pucuk beringin bonsai dengan ujung jariku di depan jendela kamarku.......
yang pasti aku tak pernah menaklukkan pohon itu dan tak yakin bisa kembali menjangkau pucuknya andai aku ditantang memanjat kembali......
mulai mengalir dalam darahku tentang muka bapakku ketika dia tahu bahwa anaknya tak lebih dari Kapal Bar di pelabuhan dalam analogi prancis itu......kapal yang kelihatan megah dan berkilat tapi sebenarnya takut menentang gelombang,,,melayari samudera,,,menaklukkan karang-karang tajam karena selalu membayangkan tenggelam oleh badai,,,,,gamang karena tak memiliki cukup bahan bakar untuk berlayar,,,,,lambung tak cukup lebar untuk menentang gelombang sehingga merasa goyah,,,,,gamang karena kapal tak cukup lajak untuk beradu kecepatan dengan kapal Mapanggi atau berkejaran dengan para perompak dan lanun selat Malaka........sehingga memilih untuk terus berdiam diri di pelabuhan membiarkan plat menempel di bagian bawah dan lumut mulai menyisipi bagian sisi,,,,,untuk kelak akan tenggelam juga di pelabuhan tanpa pernah mengarungi samudera sebagaimana kapal sesungguhnya,,,,,,,,hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
tapi ternyata tidak......perkuliahan ternyata bukanlah pohon yang kumaksud,,,,dia juga bukan piramida itu.....perkuliahan hanya sebuah Piramida iluminati yang tak selesai atau pohon tak berpucuk......karena sesungguhnya pucuk pohon berada terpisah dan tak perlu memanjat bersusah payah untuk menyentuh ujungnya,,,,atau bahkan mungkin cuma pucuk toge yang tidak jelas dimana akarnya menancap,,,kemana dahannya mekar,,,atau bagaimana besar ukuran batangnya tapi yang pasti bisa langsung dimakan pucuknya tanpa harus memikirkan pangkalnya....ia tak lebih dari pucuk pohon beringin bonsai yang bisa disentuh ujungnya dengan jari karena pucuknya kebetulan tepat berada di jendela kamar yang bisa disentuh dengan ujung jari ketika menguapkan nafas bau di pagi hari.
entahlah apa yang terjadi,,,,tapi rasanya percuma aku bersusah payah berjuang, belajar memanjat pohon selama lebih dari 4 tahun, atau meminjam tangga ke sana sini hanya untuk bisa memanjat sampai ke dahan untuk kemudian bisa bergelayutan dari dahan ke dahan dengan resiko dahan bisa patah dan aku terjerembab keras ke tanah,,, percuma kupertaruhkan 4 tahun waktuku kalau ternyata pohon yang kupanjat bukan pohon yang dimaksud.....karena dia hanya sebatang toge atau beringin bonsai yang bisa diperoleh dengan cara apapun.....termasuk membeli di pasar atau tukang sayur keliling.,,,,,,
entahlah apa yang terjadi dengan pemahaman ku :
1. mungkinkah aku telah salah menjalani proses memanjatnya
2. ataukah ada dahan yang tak kupegang sehingga aku tak dapat mencapai pucuk dengan cara yang seharusnya
3. atau mungkin aku telah memilih pohon yang salah
4. atau juga mungkin aku selama ini tak menyadari bahwa dahan, akar dan pohon adalah bagian dari upaya untuk menjangkau pucuk sehingga mengabaikan perannya dan terlalu terlena untuk menjangkau pucuk
entahlah aku sendiri tak tahu pasti jawabannya :
tapi yang dapat kutangkap bahwa aku tidak sedang berdiri di pucuk melihat indahnya alam di bawah pohon atau menentang angin badai karena sebenarnya aku hanya menyentuh pucuk beringin bonsai dengan ujung jariku di depan jendela kamarku.......
yang pasti aku tak pernah menaklukkan pohon itu dan tak yakin bisa kembali menjangkau pucuknya andai aku ditantang memanjat kembali......
mulai mengalir dalam darahku tentang muka bapakku ketika dia tahu bahwa anaknya tak lebih dari Kapal Bar di pelabuhan dalam analogi prancis itu......kapal yang kelihatan megah dan berkilat tapi sebenarnya takut menentang gelombang,,,melayari samudera,,,menaklukkan karang-karang tajam karena selalu membayangkan tenggelam oleh badai,,,,,gamang karena tak memiliki cukup bahan bakar untuk berlayar,,,,,lambung tak cukup lebar untuk menentang gelombang sehingga merasa goyah,,,,,gamang karena kapal tak cukup lajak untuk beradu kecepatan dengan kapal Mapanggi atau berkejaran dengan para perompak dan lanun selat Malaka........sehingga memilih untuk terus berdiam diri di pelabuhan membiarkan plat menempel di bagian bawah dan lumut mulai menyisipi bagian sisi,,,,,untuk kelak akan tenggelam juga di pelabuhan tanpa pernah mengarungi samudera sebagaimana kapal sesungguhnya,,,,,,,,hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
0 komentar :
Posting Komentar